Brunei

Panduan-perjalanan-Brunei-Pembantu-Perjalanan

Brunei Darussalam menempati ceruk tunggal di Asia Tenggara: kesultanan kompak di pantai utara Kalimantan, kaya akan kekayaan hidrokarbon namun dibatasi oleh tradisi. Wilayahnya—dibagi menjadi dua segmen yang tidak bersebelahan oleh distrik Limbang Malaysia—meluas hanya 5.765 kilometer persegi, namun meliputi hutan hujan dataran rendah yang lebat, lereng dataran tinggi yang terjal, dan garis pantai sepanjang 161 kilometer di Laut Cina Selatan. Sekitar 455.858 penduduk (perkiraan tahun 2023) menyebut wilayah ini sebagai rumah, lebih dari tiga perempatnya berkelompok di provinsi barat Brunei-Muara, Tutong dan Belait; hanya sekitar sepuluh ribu yang tinggal di Distrik Temburong yang bergunung-gunung. Bandar Seri Begawan, ibu kotanya, melindungi sekitar 180.000 jiwa di mosaik rumah-rumah kampong, masjid, kantor-kantor pemerintah, dan distrik-distrik bisnis yang baru berdiri.

Di luar perbatasannya membentang pulau Kalimantan yang lebih luas, yang juga dihuni oleh Malaysia dan Indonesia; Brunei berdiri sendiri sebagai satu-satunya negara berdaulat yang sepenuhnya berada di Kalimantan. Bentang alamnya hampir tiga perempatnya berupa hutan: pada tahun 2020, sekitar 380.000 hektar masih tertutup pepohonan, yang hampir 70 persennya merupakan hutan primer yang tidak tersentuh oleh kegiatan industri. Iklim kesultanan ini selalu lembap dan basah, lebih dibentuk oleh osilasi Zona Konvergensi Intertropis daripada oleh musim hujan atau siklon. Namun, seperti negara-negara tetangganya, Brunei menghadapi tekanan perubahan iklim yang meningkat—naiknya permukaan laut, pergeseran pola curah hujan, dan erosi pantai—dengan latar belakang pembangunan ekonomi yang pesat.

Sekilas pandang ke masa lalu menyingkapkan bahwa Brunei berada di puncak pengaruh maritim di bawah Sultan Bolkiah (memerintah 1485–1528). Kronik lokal dan catatan eksternal menunjukkan bahwa wilayah itu kemudian membentang di sebagian besar Kalimantan barat laut, ke Sabah dan Sarawak, dan hingga ke kepulauan Sulu. Awak kapal Magellan yang selamat dari pelayaran mengelilingi dunia mengunjungi pantainya pada tahun 1521; beberapa dekade kemudian, pada tahun 1578, angkatan laut Brunei bertempur dengan pasukan Spanyol dalam Perang Kastilia. Namun pada abad kesembilan belas, persaingan internal dan kemajuan kolonialisme Eropa telah menggerogoti wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1841, Sarawak diserahkan kepada James Brooke, "Rajah Putih"; pada tahun 1880-an perusahaan-perusahaan sewaan Inggris mengambil alih kendali Sabah; dan pada tahun 1888, Brunei menjadi protektorat Inggris, kebijakan luar negeri dan pertahanannya diawasi oleh London.

Abad ke-20 menandai peralihan dari kesultanan ke pemerintahan modern. Setelah pendudukan Jepang yang singkat selama Perang Dunia II, konstitusi tahun 1959 mengawali pemerintahan sendiri yang terbatas di bawah pendudukan Inggris. Pemberontakan tahun 1962—yang sebagian dipicu oleh ketegangan karena bergabung dengan federasi Malaysia yang baru—dipadamkan dengan dukungan Inggris; kegagalannya meyakinkan Sultan Omar Ali Saifuddien III bahwa Brunei harus tetap berada di luar Malaysia. Kemerdekaan penuh akhirnya tiba pada tanggal 1 Januari 1984. Sejak tahun 1967, Sultan Hassanal Bolkiah telah memimpin negara, memusatkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan keagamaan di dalam istana. Dewan Legislatif hanya ada dalam bentuk konsultatif, keanggotaannya ditunjuk oleh dekrit kerajaan.

Minyak dan gas alam menopang hampir setiap aspek kehidupan modern Brunei. Ladang hidrokarbon menyumbang sekitar 90 persen PDB; produksi harian berkisar sekitar 167.000 barel minyak mentah dan 25 juta meter kubik gas alam cair, menjadikan kesultanan itu salah satu produsen utama di Asia Tenggara. Pendapatan mengalir melalui Badan Investasi Brunei ke ekuitas, obligasi, dan real estat global, memastikan bahwa bahkan saat cadangan domestik matang, aliran pendapatan tetap ada. Kedermawanan fiskal itu telah memicu sistem kesejahteraan yang tidak biasa di kawasan itu: perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan umum disubsidi besar-besaran atau gratis, dan beras, minyak goreng, dan utilitas menerima dukungan negara. Akibatnya, Brunei menempati peringkat "sangat tinggi" pada Indeks Pembangunan Manusia—kedua setelah Singapura di antara negara-negara ASEAN—dan menguasai PDB per kapita tertinggi kesembilan pada paritas daya beli di seluruh dunia.

Namun, ketergantungan pada hidrokarbon telah mendorong rencana resmi untuk memperluas basis ekonomi. Visi pembangunan jangka panjang menargetkan peningkatan tenaga kerja, pertumbuhan pariwisata, perluasan layanan keuangan, dan kemandirian pertanian—terutama dalam budidaya padi. ​​Pada tahun 2009, pemerintah memperkenalkan Beras Laila, varietas unggul yang ditanam di Wasan, yang mengingatkan kembali ambisi setengah abad untuk produksi dalam negeri. Inisiatif pencitraan merek halal mencari pasar ekspor, sementara usaha manufaktur sederhana—terutama petrokimia dan industri ringan—menyediakan lapangan kerja alternatif. Maskapai nasional, Royal Brunei Airlines, bercita-cita untuk memposisikan Bandar Seri Begawan sebagai pusat transit antara Eropa dan Australasia, dengan mempertahankan slot harian yang berharga di London Heathrow.

Infrastruktur Brunei mencerminkan kekayaan dan pendekatannya yang hati-hati. Jaringan jalan raya—sekitar 3.700 kilometer, 87 persen beraspal—menghubungkan kota-kota utama: Muara, Seria, Kuala Belait, dan Tutong. Kepemilikan mobil termasuk yang tertinggi di dunia, dengan satu kendaraan pribadi untuk kurang dari dua penduduk; harga bahan bakar masih disubsidi besar-besaran, dan transportasi umum, meskipun berfungsi, terbatas. Sebuah tonggak baru-baru ini adalah jalan dan jembatan sepanjang 30 kilometer yang menghubungkan Muara ke Temburong, dibuka pada 17 Maret 2020 dengan biaya US $1,6 miliar. Bandara Internasional Brunei berada di tengah-tengah perluasan senilai US $150 juta di bawah Changi Airport Consultants, yang ditetapkan untuk menggandakan kapasitas tahunan menjadi tiga juta penumpang.

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat, negara ini mempertahankan sikap resmi untuk mengisolasi diri secara hati-hati. Para pemimpin khawatir bahwa integrasi global yang tak terkendali dapat mengikis kohesi sosial yang berlandaskan pada budaya Melayu, keyakinan Islam, dan kesetiaan terhadap kerajaan. Meskipun demikian, Brunei terlibat secara internasional sebagai anggota PBB, WTO, Persemakmuran, ASEAN, OKI, dan Gerakan Non-Blok. Negara ini menjadi ketua APEC pada tahun 2000, yang memproyeksikan wajah moderat di Asia-Pasifik sambil menjaga ketenangan dalam negeri.

Kehidupan sosial di Brunei bergerak dengan kecepatan yang disengaja. Islam, khususnya mazhab Shafi'i dari yurisprudensi Sunni, adalah agama negara; lebih dari 82 persen penduduk mengidentifikasi diri sebagai Muslim. Syariah melengkapi hukum umum Inggris, dan hukuman—mulai dari hukuman cambuk untuk pelanggaran tertentu hingga (secara teori) hukuman mati untuk kejahatan serius—menegaskan kerangka hukum negara yang ketat. Alkohol dilarang di tempat umum; non-Muslim dapat mengimpor dalam jumlah terbatas untuk penggunaan pribadi, dan restoran Cina dapat menjual daging babi secara diam-diam. Selama Ramadan, sebagian besar restoran tutup pada siang hari, dan konsumsi makanan atau minuman di tempat umum dapat dikenakan denda yang berat. Salat Jumat menghentikan bisnis selama dua jam, dan kehidupan malam bergeser melintasi perbatasan ke Limbang, tempat bar dan klub melayani pelanggan Brunei.

Secara etnis, Brunei mayoritas Melayu—menurut satu sumber, sekitar dua pertiga—dengan minoritas Tionghoa sekitar 10 persen, kelompok pribumi (Belait, Bisaya, Dusun, Kedayan, Lun Bawang, Murut, Tutong) dan hampir 26 persen ekspatriat. Bahasa Inggris berkembang pesat sebagai bahasa perdagangan dan pengajaran dari sekolah dasar hingga universitas, hidup berdampingan dengan Bahasa Melayu Baku (ditulis dalam aksara Latin dan Jawi tradisional), dialek Melayu Brunei, berbagai bahasa Tionghoa dan, dalam konteks keagamaan, Bahasa Arab. Alur bahasa ini mencerminkan keterbukaan historis kesultanan terhadap perdagangan dan beasiswa, meskipun saat ini keengganannya terhadap pengaruh asing.

Ekspresi budaya di Brunei bersifat rahasia namun nyata. Masjid-masjid dari marmer putih dan kubah berlapis emas menghiasi cakrawala kota, sementara Kampong Ayer, desa air yang terkenal, melestarikan cara hidup yang telah berusia berabad-abad di atas panggung kayu. Musik tradisional, tenun, dan kerajinan perak bertahan di dalam lembaga-lembaga yang disponsori kerajaan. Masakan menawarkan kesenangan sederhana: nasi katok—nasi dengan ayam goreng dan sambal—cukup mengenyangkan dengan anggaran terbatas; ambuyat, makanan pokok berbahan dasar sagu, memerlukan pencelupan berirama ke dalam saus yang tajam. Para pengunjung vegetarian menemukan tempat berlindung di restoran-restoran Asia Selatan atau Cina Buddha, meskipun restoran-restoran ini terletak di tempat yang terpencil. Teh tarik dan kopi, yang disajikan di warung-warung pinggir jalan, memberikan kesan ramah pada rutinitas pagi.

Interaksi sehari-hari diatur oleh Kerajaan Islam Melayu, pilar pendiri sejak kemerdekaan. Sultan muncul secara teratur di media lokal, sebagai lambang kepemimpinan—baik duniawi maupun spiritual. Namun, di balik kemegahan kerajaan, para ekspatriat dan pemuda Brunei menyuarakan pandangan yang bernuansa tentang pembangunan, identitas, dan keseimbangan antara tradisi dan perubahan. Hukum lèse‑majesté memberlakukan kehati-hatian dalam wacana publik, yang memperkuat rasa hormat kepada istana. Meskipun demikian, di antara kalangan tepercaya, perbincangan berkembang tentang politik regional, peran Islam, dan posisi Brunei di Asia Tenggara yang berkembang pesat.

Paradoks Brunei terletak pada penjajaran kekayaan materi yang melimpah dan keterbukaan sosial yang terbatas. Hutannya sebagian besar tetap utuh bahkan saat rig minyak memenuhi ladang lepas pantai; jalan-jalannya membentang ke alam liar tropis yang sunyi; masjid-masjidnya bersinar di samping rumah-rumah kayu sederhana. Di wilayah ini, sejarah tetap hidup—dalam pembacaan salat Jumat yang terukur, dalam kebanggaan petani padi yang tenang saat fajar, di ruang singgasana Sultan yang berhias emas—dan aspirasi masa depan bergejolak di bawah keseimbangan yang cermat. Negara ini tidak memamerkan kekayaannya seperti negara-negara petro-syekh Timur Tengah atau melebur ke dalam gelombang global seperti Singapura, tetapi menyimpan cadangan, janji ketenangan dan ketertiban, yang terus membentuk jalannya yang unik.

Dolar Brunei (BND)

Mata uang

1 Januari 1984 (kemerdekaan dari Inggris)

Didirikan

+673

Kode panggilan

460,345

Populasi

5.765 km² (2.226 mil persegi)

Daerah

Melayu

Bahasa resmi

Titik tertinggi: 1.850 m (6.070 kaki) - Bukit Pagon

Ketinggian

Waktu Brunei Darussalam (BNT) - UTC+8

Zona waktu

Baca Selanjutnya...
Bandar-Seri-Begawan-Travel-Guide-Travel-S-Helper

Bandar Seri Begawan

Bandar Seri Begawan, ibu kota dan kota terbesar Brunei, memiliki populasi sekitar 100.700 jiwa pada tahun 2017 dan mencakup area seluas 100,36 ...
Baca selengkapnya →
Cerita Paling Populer
Lisbon – Kota Seni Jalanan

Lisbon adalah kota di pesisir Portugal yang dengan terampil memadukan ide-ide modern dengan daya tarik dunia lama. Lisbon adalah pusat seni jalanan dunia meskipun…

Lisbon-Kota-Seni-Jalanan
10 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Prancis

Prancis dikenal karena warisan budayanya yang penting, kulinernya yang istimewa, dan pemandangan alamnya yang menarik, sehingga menjadikannya negara yang paling banyak dikunjungi di dunia. Mulai dari melihat bangunan kuno…

10 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Prancis